"Jadi, bagaimana dengan obrolan kita waktu itu" Aku sengaja membuka pembicaraan, agar mengalihkan tatapannya dari buku yang asyik dibacanya. "Hei..."
Ia tak bergeming sedikitpun. Laki-laki di depanku membatu, seolah hujan sore tadi mengubahnya menjadi balok es. Ya, balok es yang asyik dengan deretan huruf, yang seakan tak melihatku hampir membeku karena sikapnya. Huh!
"Kau bisa dengar atau tidak?!" Berkali-kali aku menarik buku yang dibacanya, untuk memastikan bahwa ia mendengar ucapanku barusan.
"Diam, bawel! kembalikan bukuku!" Mendadak Ia melempar tatapan sinis ke arahku. "Aku punya cara sendiri dalam mengupayakanmu. Kalau kau terus merengek seperti anak bocah, jangan harap aku akan menganggap obrolan kita sesuatu yang perlu diperhitungkan!"
"Tapi.."
"Tapi apa lagi sih?"
"Aku mau kamu sesegera mungkin mengupayakanku."
"Terserah maumu, yang jelas aku punya cara sendiri dalam hal ini." Langkahnya berangsur menjauh dari tempatku berdiri. Ia hanya menoleh sekali, hingga langkahnya semakin tak terdengar.
Semakin jauh langkahya meninggalkan tempat ini, semakin aku mempertanyakan takdir. Mengapa cinta hadir untuknya, laki-laki yang begitu dingin. Bukankah yang aku butuh adalah surya untuk menghangatkanku di kala tubuhku membeku akibat hujan.
"Hei! Kalau kau terus seperti itu, aku juga punya cara sendiri untuk melepasmu!"
#FlashFiction #FFPertamaku
Memenuhi tantangan nulis dari Nona Iecha^^
Winda S Septiana, 5Januari2015
Komentar
Posting Komentar