Langsung ke konten utama

Membahasakan Bahasa


Berbahasalah wahai Ayah, Bunda..
Ajak anak-anakmu untuk berdialong dengan bahasa yang tak biasa, dengan bahasa yang diajarkan Rasulullah kepada Abdullah bin Abbas dalam mengenalkan tauhid pada Rabbnya.

Abdullah bin Abbas adalah keponakan Rasulullah yang pada saat itu usianya baru berkisar 10th, tapi Rasulullah selalu mengajaknya berdialog dengan bahasa yang indah nun rupawan. Dengan bahasa yang tak biasa disampaikan pada anak seusianya. Tapi, Rasulullah membahasakan itu padanya.

Suatu hari saat Rasulullah membonceng Abdullah bin Abbas di atas  unta untuk satu perjalanan.

Kemudian Rasulullah berucap  "Jagalah Allah, Nak. Maka Allah akan menjagamu."

Secara logika, anak kecil mana yang mampu mengerti bahasa seperti itu, tinggi dan membingungkan, tapi tidak dengan Abdullah bin Abbas kecil, seorang anak kecil yang cerdas, mampu mengerti perkataan Rasulullah. Bayangkan, bagaimana mungkin kita bisa menjaga Allah sedangkan Allah tidak terlihat. Tapi kecerdasan Abdullah bin Abbas  mampu memahami setiap makna tersirat dari tiap  kata yang terucap dari lisan Rasulullah.

Maka berbahasalah wahai Ayah, Bunda..
Jangan sampai kita jadi orang tua yang bisu, orang tua yang kehabisan tema untuk berdialong dengan anak-anaknya. Ambil peranmu sebagai ayah dan bunda. Berikan waktu terbaik untuk anak-anakmu, karena kebersamaan anak dengan ibu dan anak dengan ayah itu berbeda, masing-masing memeiliki kebaikan yang berbeda dan akan selalu diingat oleh anak-anak ketika dewasa nanti.

Seyogyanya bagi orang tua untuk mengambil peran dalam pembangunan karakter bagi anak-anaknya, turut serta dalam tumbuh kembangnya sehingga mampu menciptakan generasi terbaik di masa mendatang, dan mampu menanamkan tauhid di hati sang anak.

Mengenalkan Rabbnya sejak dini, mengenalkan ilmu tentang tauhid lebih dulu daripada ilmu dunia lainnya. Ingat, tugas menjadi orang tua itu tidak hanya sekadar menjadi orang tua biologis semata, melainkan menjadi orang tua idealis yang mampu menanamkan tauhid di hatinya.

Kenalkan anak-anakmu pada Allah sejak usia masih kecil, ajarkan pada mereka untuk selalu meminta apapun pada Allah, bahkan untuk sekadar meminta rumput untuk makan kuda dan garam sebagai perasa dalam makanan yang akan ia makan. Dari yang terkecil, kenalkan pada mereka bahwa Allah lah pemilik segala atas apapun kebutuhan yang kita butuhkan.

Wahai Ayah, Bunda.. Ajak anak-anakmu berdialog tentang  Allah, tentang balasan bagi mereka yang taat, tentang hukuman bagi mereka yang ingkar. Agar kelak mereka memiliki jiwa yang kokoh.

Ambil peranmu, Ayah, Bunda.. karena  di sini lah peran Ayah dan Bunda dibutuhkan dalam pembangunan peradaban baru.

Jangan sampai anak-anakmu lebih dulu terbentuk oleh lingkungan, sebelum kau mengenalkannya pada Allah. Ajak anak-anakmu bicara, berdialog dengan bahasa yang indah, bahasa yang tinggi. Jangan sampai mereka  merusak bahasa dengan bahasa-bahasa yang tak baik, karena tidak ada kebesaran suatu peradaban untuk mereka yang tidak memiliki bahasa. Orang-orang besar adalah mereka yang memiliki bahasa.

Maka, berbahasalah...
Agar anak-anak itu tumbuh dan berkembang dari cinta kasih kedua orang tuanya, akan tumbuh menjadi pemuda dewasa yang kokoh jiwanya, pemuda berkarakter, yang siap memimpin kaumnya di masa mendatang.

Namun ada yang lebih penting dari uraian di atas, yaitu atas segala pertanggung jawaban yang kelak diminta Allah pada kita sebagai orang tua. Sanggupkah kita menjadi orang tua yang lebih dulu baik  dalam hal ilmu dan lebih dulu beradab, sebelum mengenalkan segala ilmu pada generasi mendatang.

Ya Rabbana.. Bimbinglah kami, untuk kelak menjadi Orang tua yang shalih serta menshalihkan. Orang tua yang tak sekadar menjadi orang tua biologis.


Nb - Sepenggal tulisan, dalam gentingnya zaman di mana adab dan ilmu tidak lagi menjadi yang utama. Semoga ada kebaikan yang terurai dari tiap kata yang mengalir di tulisan ini.

Allahualam bisawab,
 Winda S Septiana
Jakarta, 2017

Komentar

  1. Aamiin... Poin yg menarik, menanamkan tauhid sejak dini pada anak agar bisa membentuk generasi yang kokoh jiwanya dan berkarakter.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deklarasi cinta yang berbeda

Gambar nyomot di mbah google Apa kamu pernah jatuh cinta dan rindu yang teramat pada manusia yang berlum pernah bertemu denganmu? Rasulullah pernah! Dengan cinta yang mahadahsyatnya kepada kita, manusia yang belum pernah bertemu dengannnya. Kau tahu? bahkan dalam embus napas terakhirnya yang terucap adalah kita, "Umati, umati, umati.." Tentangnya adalah ribuan kisah  perjuangan, serta pengorbanan untuk kehidupan seluruh manusia di akhirat nanti. Ah, Rasul.. bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta padamu, pada tiap kisah yang ku baca dan pelajari, tentangmu selalu membuatku jatuh cinta berkali-kali.

Negeri Berjuta Rasa

https://www.google.co.id/search Kali ini saya akan  bicara tentang Indonesia. Sebelumnya, ijinkan saya bertanya terlebih dahulu pada kalian pembaca setia tulisan saya, apa yang kalian pikirkan jika mendengar kata Indonesia? hmm.. Kalau saya, akan  berpikir bahwa Indonesia adalah negeri berjuta rasa penuh warna-warni. hehehe Eh serius loh.. di tuisan kali ini, saya akan menceritakan  sedikit tentang warna-warni di Indonesia. Pernah gak sih berpikir atau mempertanyakan hal sederhana saat kita ada di dalam kelas. Ketika seorang guru meminta murid-muridnya untuk mengerjakan soal matematika, kebanyakan mereka akan mengarang bebas untuk mendapatkan jawabannya. Padahal untuk mendapatkan jawaban matematika, kita perlu berpikir untuk dapat jawaban yang tepat. Nah, di lain kesempatan. Ketika seorang guru memintamu menjawab soal bahasia Indonesia dengan tema mengarang bebas. Kamu justru akan berpikir keras untuk mendapatkan jawabannya. Dan ini terbukti di Indonesia. Selanjutnya. Pern

Resensi Buku Follow Aisyah Open Your Heart

Judul : Follow Aisyah Open Your Heart Penulis : Sri Wahyuti N Tebal : x, 190 Halaman ISBN : 978-602-7727-64-9 Penerbit : Citra Risalah Cetakan : I, 1435 H/2015 “Pesona seorang muslimah terpancar dari perilakunya sehari-hari. Dalam dekapan kasih sayang suami, ia menaburkan wanginya akhlak tanpa memandang materi sebagai landasan utamanya. Tetapi cinta kasihlah yang menjadikan keluarga menjadi sakinah, mawadah wa rahmah.” – (Sri Wahyuti N, 2015) Tak sedikit wanita hari ini yang  bangga atas istilah emansipasi, istilah yang digunakan untuk melepaskan diri seorang wanita dari kodratnya menjadi muslimah yang taat pada peraturan yang sudah ditetapkan dalam islam. Sekarang emansipasi dijadikan pembelaan diri untuk melakukan apapun yang ia senangi tanpa pedulikan gender, padahal dalam islam kedudukan wanita begitu dimuliakan, bahkan derajat wanita tiga tingkat lebih tinggi dari laki-laki. Namun sayang masih banyak sekali wanita yang tidak sadar betapa berharganya ia